
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman mengatakan, aset asuransi syariah berada di posisi yang lebih baik jika dibandingkan dengan aset industri asuransi konvensional yaitu sebesar 5,79%. Kontribusi premi juga mengalami pertumbuhan sebesar 16,29% menjadi Rp13,9 triliun dari Rp12 triliun.
Sedangkan nilai investasi ikut meningkat sebesar 21,83% dari Rp28,81 triliun menjadi Rp35,1 triliun. Sementara pemberian manfaat (klaim) naik hanya sebesar 13,85% menjadi Rp4,95 triliun dari Rp4,33 triliun.
"Pangsa pasar (kontribusi) asuransi syariah berada pada angka 5,04% bila dibanding premi asuransi secara keseluruhan," ujar Erwin kepada KORAN SINDO di Jakarta Selasa (13/2/2018).
Lebih lanjut dia menerangkan masih terdapat beberapa potensi pasar untuk membuka peluang bagi pelaku usaha antara lain pangsa pasar muslim yang besar. Dengan jumlah muslim sebanyak 230 juta atau sekitar 87% dari total seluruh penduduk Indonesia, hal ini bisa menjadi market based yang sangat potensial. "Hal lainnya seperti pengembangan halal tourism dan lembaga bisnis syariah," ungkap dia.
Di sisi lain, AASI menyatakan bahwa roadmap pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah ditargetkan bisa terlaksana pada tahun 2020 mendatang. Menurut Erwin, ketika pertama kali asuransi syariah hadir di tanah air 24 tahun yang lalu, para pelaku saat itu masih mengandalkan best practice dari negara tetangga. Namun seiring waktu, regulator menunjukkan keberpihakan yang sangat baik dengan terbitnya aturan-aturan yang secara kusus mengatur asuransi syariah.
"Salah satunya adalah aturan tentang pemisahan unit syariah dengan batas waktu paling lambat di tahun 2024. Maka dari itu, paling lambat tahun 2020, setiap unit syariah wajib sudah menyampaikan roadmap tentang pemisahan unit syariah tersebut," jelas Erwin.
Lebih lanjut dia menuturkan, saat ini jumlah pelaku asuransi syariah meningkat signifikan. Di akhir tahun 2004 tercatat baru 18 perusahaan (full-fledge dan unit syariah) yang mendapatkan ijin usaha dari OJK. Sementara hingga akhir 2017 lalu tercatat sebanyak 63 perusahaan (full-fledge dan unit syariah).
"Peminat pemodal yang dari luar negeri maupun dalam negeri, masih ingin membuka unit syariah maupun mendirikan perusahaan full-fledge (beroperasi secara full)," ungkap Erwin.
Menurut dia, pertumbuhan jumlah ini menunjukkan sebuah keyakinan adanya potensi pasar yang masih belum tergarap dengan sempurna. Ke depan, dengan berbagai tantangan, industri asuransi syariah memerlukan beberapa strategi khusus untuk menanggulanginya. Persiapan dan kesediaan sumber daya manusia (SDM) yang handal, inovasi produk, serta penggunaan teknologi adalah hal yang wajib menjadi perhatian bagi seluruh pelaku industri.
"Pembangan financial technology (fintech) syariah juga dapat digunakan dan dikembangkan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah syariah," tandas dia.
Selain itu, AASI juga bekerja sama dengan OJK dan perguruan tinggi untuk mengoptimalkan literasi dan edukasi asuransi syariah kepada masyarakat. Hal tersebut dalam rangka membangun kesadaran masyarakat mengenai keberadaan asuransi syariah sebagai alternative business model. "AASI juga menjalankan program pelatihan atau sertifikasi tenaga ahli asuransi syariah," pungkasnya.
(akr)
Baca Lagi dong https://ekbis.sindonews.com/read/1281856/178/aset-asuransi-syariah-tumbuh-219-capai-rp4052-triliun-1518522034Bagikan Berita Ini
0 Response to "Aset Asuransi Syariah Tumbuh 21,9% Capai Rp40,52 Triliun"
Post a Comment