loading...
Untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, Bea Cukai dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal serta memberikan fasilitas kepada industri dalam negeri sehingga bisa berdaya saing tinggi. Berbagai langkah strategis dan inovatif telah dilakukan oleh Bea Cukai untuk menjadi institusi yang kredibel.
Mendukung program inovatif dan strategis tersebut, Bea Cukai secara konsisten juga melakukan pengawasan secara efektif terhadap berbagai pelanggaran di sektor kepabeanan dan cukai. Jumlah penindakan terhadap keluar-masuknya barang ilegal, seperti narkoba, flora dan fauna yang dilindungi, dan barang-barang terkait kegiatan terorisme serta kejahatan internasional lainnya, dan peredaran barang kena cukai ilegal, naik secara signifikan setiap tahun.
Penindakan yang berhasil dilakukan Bea Cukai sepanjang tahun 2017 menembus angka 24.337 kasus, dengan perkiraan nilai barang Rp7,051 triliun. Sedangkan di tahun 2018 ini, tercatat hingga 31 Agustus 2018, Bea Cukai telah melancarkan 12.345 penindakan, dengan perkiraan nilai barang Rp10,564 triliun.
Komitmen Bea Cukai dalam melakukan penindakan dan meningkatkan pengawasan ini sejalan dengan perintah Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penyelundupan dan peredaran barang ilegal. Mengingat, pelanggaran yang kerap ditemukan di lapangan adalah pelanggaran di bidang impor yakni 7.972 kasus, atau mengambil porsi sebesar 65% dari total pelanggaran keseluruhan.
Menyusul, pelanggaran lainnya yang kerap ditemukan adalah peredaran barang kena cukai ilegal dengan 3.953 kasus (32%), pelanggaran ketentuan ekspor sebanyak 238 kasus (2%), dan penyalahgunaan fasilitas pembebasan/keringanan perpajakan yang mengganggu industri dalam negeri dengan 182 kasus (1%).
Untuk jumlah penindakan per komoditi, di tahun 2018, hasil tembakau masih menjadi komoditi yang menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat, juga komoditi yang banyak ditindak dengan 3.910 kasus pelanggaran. Menyusul kosmetik, obat, dan bahan kimia dengan 1.517 kasus, barang pornografi 849 kasus, dan minuman keras 790 kasus.
Namun, meskipun hasil tembakau masih menjadi komoditi terbesar yang ditindak oleh Bea Cukai, menurut hasil survei cukai rokok ilegal 2018 pada bulan Mei 2018 yang dirilis Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (FEB UGM), terdapat penurunan persentase rokok ilegal di tahun 2018, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Jika di tahun 2016, menurut survei yang bertujuan untuk mengestimasi persentase pelanggaran cukai rokok ilegal yang dilakukan oleh industri rokok secara nasional dan menghitung proporsi pelanggaran cukai rokok ilegal berdasarkan tipe pelanggaran ini dilakukan di 426 Kota/Kabupaten di Indonesia, tercatat total persentase pelanggaran sebesar 12,14%, dengan rincian jenis pelanggaran salah personalisasi 3,52%, salah peruntukan 1,58%, bekas 1,95%, palsu 1,16%, polos 3,93%.
Adapun di tahun 2018, total persentase pelanggaran menurun hingga 7,04%, dengan rincian jenis pelanggaran salah personalisasi 0,54%, salah peruntukan 1,05%, bekas 0,64%, palsu 1,11%, polos 3,70%.
Penurunan persentase rokok ilegal di pasaran mengindikasikan pengawasan yang efektif dalam mendorong kepatuhan pengguna jasa di bidang cukai. Bea Cukai kian meningkatkan pengawasan cukai ilegal dari tahun ke tahun, salah satunya dengan mencanangkan program Penertiban Cukai Berisiko Tinggi di tahun 2017 yang masih digalakkan hingga saat ini.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Peran Strategis Bea Cukai Sebagai Garda Pembangunan"
Post a Comment