loading...
Plt. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Ambang Priyonggo menyatakan bahwa aturan tersebut dibuat untuk menciptakan level playing field pada pasar dalam negeri.
"Aturan ini merupakan cara pemerintah untuk menyeimbangkan antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM yang membayar pajak, dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran," tegasnya di Jakarta, Senin (8/10/2018).
Dengan diperbaruinya aturan barang kiriman ini, sambung dia, yang patut ditegaskan adalah bahwa pemerintah tidak melarang masyarakat untuk membeli atau membawa barang dari luar negeri, namun yang lebih ditekankan adalah untuk menghindari penyalahgunaan fasilitas de minimis value untuk tujuan komersial.
"Pemerintah ingin masyarakat dapat memanfaatkan pembebasan bea masuk dan PDRI untuk barang kiriman yang memang ditujukan untuk keperluan pribadi. Selain itu pemerintah tentu ingin mendorong produksi lokal, dan mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri," jelas Ambang.
Penyesuaian de minimis value ini juga merupakan rekomendasi dari World Customs Organization di mana hasil studi tentang perkembangan e-commerce menunjukkan bahwa praktik under-declaration, under-valuation, misdeclaration, splitting barang kiriman kian marak. Studi ini juga didukung oleh data penindakan yang telah dilakukan oleh Bea Cukai, khususnya di mana terdapat importir yang melakukan 400 kali impor dalam satu hari dengan nilai rata-rata per invoice-nya sekitar USD75.
"Hal ini merupakan modus yang berhasil diendus Bea Cukai agar importir terbebas dari pengenaan bea masuk dan PDRI. Dari 400 kegiatan tersebut barang-barang yang diimpor terdiri dari jam tangan, tas, baju, kacamata, dan sarung telepon genggam," paparnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bea Cukai: Aturan Barang Kiriman Terbaru Berlaku 10 Oktober 2018"
Post a Comment