
loading...
"Sebenarnya tidak akan memberikan efek inflasi yang begitu dalam. Pasalnya, berdasarkan penelitian kalau BBM Premium naik, laju inflasinya 0,40% dan ini masih terjaga," ujar Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fahmy Radhi dalam Talkshow Polemik Trijaya dengan topik 'BBM dan Situasi Kita' di Jakarta, Sabtu (13/10/2018).
Lebih lanjut, Ia menerangkan pembatalan kenaikan harga BBM justru berpotensi terus menjadi beban bagi ekonomi Indonesia. "Solusinya itu subisidi dipotong, kalau enggak dilakukan disparitas harga internasional menimbullan dua hal yaitu penyelundupan, migrasi nonsubsidi ke subsisid akan menimbulkan lonjakan demand," paparnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18%. Hal ini terjadi karena harga berbagai komoditas pada periode September mengalami penurunan.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, deflasi 0,18% ini berdasarkan hasil pemantauan BPS di 82 kota di seluruh Indonesia pada September lalu. Dengan ini, maka inflasi tahun kalender (Januari-September 2018) sebesar 1,94% dan inflasi tahun ke tahun (year on year/yoy) sebesar 2,88%.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi pada pekan pertama Oktober 2018 masih terkendali. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan inflasi secara bulanan (month to month) mencapai 0,01% atau secara tahunan (year on year) 2,89%. Hal itu dikarenakan terkendalinya beberapa harga bahan pokok di Indonesia, seperti bawang dan cabai.
(akr)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kenaikan Harga BBM Premium Diyakini Tak Berefek Besar ke Inflasi"
Post a Comment