
loading...
“Kontrak yang menyandera dan menjerat seperti itu memang hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui negosiasi. Tak bisa diakhiri begitu saja,” kata Mahfud dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/12/2018).
Mahfud mengomentari beberapa komentar terkait asumsi sesat bahwa pemerintah, melalui Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero), bisa mendapatkan PTFI secara gratis ketika kontrak mereka berakhir di 2021.
Inalum pada Jumat meningkatkan kepemilikannya di PTFI dari 9.36% menjadi 51% dengan membayar US$3.85 miliar atau Rp55 triliun dan menjadi pengendali perusahaan yang memiliki tambang Grasberg di Papua dengan kekayaan emas, perunggu, dan perak sebesar Rp2,400 triliun hingga 2041.
Dengan beralihnya kepemilikan PTFI dari perusahaan Amerika Serikat Freeport McMoRan (FCX) keentitas Indonesia, operasional PTFI pun beralih dari KK keIzin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK).
“Menurut hukum, setiap kontrak berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Kontrak hanya bisa diakhiri dengan kontrak baru melalui asas konsensual,” kata Mahfud.
“Ada yang nanya, ‘apakah kontrak tetap mengikat jika dibuat dengan diduga ada penyuapan?’ Itu harus diputus oleh peradilan pidana dulu, dan peradilan pidana untuk kasus korupsi atau penyuapan mempunyai masa kadaluwarsa selama 18 tahun. KK itu terjadi tahun 1991, dan kadaluwarsanya pada 2009,” terang Mahfud.
“Seharusnya kalau mau dipidanakan selambat-lambatnya ya tahun 2009,” tambahnya.
PTFI melakukan eksplorasi dan penambangan berdasarkan KK dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada tahun 1967 di zaman Soeharto dan diperbarui melalui KK tahun 1991 di zaman Presiden yang sama dengan masa operasi hingga 2021.
Terkait dengan masa operasi tersebut, FCX dan pemerintah memiliki interpretasi yang berbeda atas isi pasal perpanjangan. Pengertian FCX adalah bahwa KK akan berakhir di tahun 2021 namun mereka berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun (hingga 2041).
Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut secara "tidak wajar".
Interpretasi yang berbeda terkait kata “tidak wajar” ini harus diselesaikan di pengadilan internasional (arbitrase).
Mahfu dmenjelaskan, maka itu pemerintah mengeluarkan UU No. 4/2009 tentang mineral dan batubara yang mengubah sistem KK menjadi izin usaha.
“Freeport menolakdanmengatakan UU ituhanyaberlakubagiperusahaanbaru. Perjanjianhanyabisaberakhirdenganperjanjianbaru.Itulah yang ditempuholehpemerintah.”
“Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak membawa kasus ini ke arbitrase? Pemerintah sudah menyatakan siap ke arbitrase jika usaha mengambil 51% saham gagal. Tapi, msalahnya, jika kalah maka Indonesia akan kehilangan Freeport untuk selamanya, apalagi kasus pidananya sudah kadaluwarsa,” katanya.
Inalum sebelumnya menyayangkan asumsi-asumsi sesat yang beredar di publik seolah-olah pemerintah membeli barangnya sendiri.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mahfud MD: Kontrak Freeport Tak Bisa Diakhiri Begitu Saja"
Post a Comment