Search

Tak Kooperatif, DPR Ingatkan Renegoisasi KK Amandemen Vale Indonesia

loading...

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR, Ahmad M Ali, mengingatkan pemerintah untuk menimbang ulang status kontrak karya (KK) Amandemen Vale.

Selain hingga saat ini Vale tak kunjung menawarkan saham 20% kepada pihak Indonesia, ungkap Ahmad Ali, realisasi pembangunan smelter di Bahodopi dan Pomalaa juga tersendat. Padahal terkait pembangunan smelter di Bahodopi, Pemda Sulteng telah lama mengajukan diri, tapi tak digubris serius.

“Hal ini cukup untuk menjadi basis pijak untuk memaksa pihak Vale berunding kembali dan mempercepat agenda perubahan status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang termasuk di dalamnya divestasi saham 51% kepada pihak Indonesia,” katanya tegas, Minggu (30/12/2018).

Ali yang kini menjabat sebagai Ketua Fraksi NasDem menekankan, kegagagan agenda divestasi akan mempersulit desakan agenda strategis lainnya. Sejumlah agenda strategis yang akan terkendala disebutkannya seperti perbaikan penerimaan negara, atau komponen dalam negeri (TKDN), peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyelenggaraan tata kelola perusahaan yang lebih baik.

Pada 2014 lalu, ujar dia, energi bangsa tersita oleh perhelatan politik Pemilu dan Pilpres. Hal itu mengakibatkan isu Amandemen Kontrak Karya PT Vale luput dari perhatian publik di satu sisi, selain penyelenggaraannya yang cenderung tertutup. Dalam prosesnya sendiri, Vale menunjukkan sikap kurang kooperatif.

“Hampir dua tahun sejak diundangkan, pihak Vale tak kunjung maju ke meja perundingan. Pun, ketika Amandemen KK akhirnya disepakati, lagi-lagi menunjukkan kuatnya mental inlander mendera kita, khususnya pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam urusan ini,” cetus Ali.

Sejumlah kritikan dilontarkan Ali menyikapi masih lemahnya upaya divestasi Vale. Lunaknya sikap atas kepentingan divestasi yang notabene paling penting dan strategis menjadi cerminan pejabat berwenang terhadap Vale. KK Amandemen disampaikannya hanya mewajibkan pelepasan saham 20% kepada publik.

“Lagi-lagi kita lupa pada sejarah. Sebelumnya, Vale telah melepaskan 20% sahamnya kepada publik. Tapi apa lacur, dalam praktiknya apa yang dinamakan ‘publik’ itu tetap didominasi oleh pihak swasta asing. Sebagaimana tercantum dalam laporan resmi Vale sendiri, sebagian besar saham publik itu dimiliki oleh swasta asing yang berkedudukan di luar negeri seperti Platinum Asia Fund, GIC Singapore, Citibank New York, NT SST Co, Vale Japan Limited, The Manufactures Life INS, BBH Boston, AIA, Prudential Life Assurance,” bebernya.

“Padahal dalam UU Minerba baru dan regulasi turunannya, khususnya PP Nomor 24 Tahun 2012, jelas termaktub bahwa divestasi saham wajib diberikan secara berjenjang kepada peserta Indonesia; Pemerintah, Pemda Provinsi dan Pemda Kab/Kota, BUMN, BUMD dan badan usaha swasta nasional. Hingga saat ini, Vale tak kunjung menawarkan saham kepada pihak Indonesia, sehingga peluang untuk terjadinya pemberian saham Vale kepada pihak asing berpeluang terulang kembali,” lanjutnya.

Sorotan kedua ucap Ali, Amandemen KK juga menyebutkan bahwa pembayaran royalti dinaikkan dari 0,9% menjadi 2%, dan menjadi 3% jika harga nikel menyentuh USD21.000 per ton. Klausul ini dinilainya berpotensi akal-akalan semata. Bahkan pada saat booming komoditas dimana harga komoditas mineral mencapai titik tertingginya pada 2011, harga Nikel dunia tak menyentuh level USD21.000.

“Angka ini terlalu tinggi dan tak mengacu pada konteks faktual harga komoditas nikel sepanjang sepuluh tahun terakhir, yang ditandai oleh berakhirnya era booming komoditas,” ujarnya.


Kedaulatan Kekayaan Alam Masih Mimpi

Bendahara Umum Partai NasDem ini memandang dengan lemahnya renegoisasi atas KK Vale mencerminkan Indonesia yang berdaulat atas kekayaan alamnya masih sebatas mimpi.

“Salah satu perwujudan yang terbilang penting adalah divestasi saham PT. Vale Indonesia (VI) menyusul keberhasilan divestasi PT. Freeport Indonesia yang menempatkan Indonesia sebagai pengendali utama. Sebuah mimpi yang sejatinya sederhana, karena nasionalisasi terhitung berat terealisasi. Masih sebatas mimpi? Senarai panjang faktanya berkata demikian,” kritik Ali.

Bukan tanpa sebab Ali berkomentar demikian, alasan pertama dipaparkannya yang paling telanjang secara politik-hukum adalah Kontrak Karya itu sendiri. Di bawah rezim dan relasi perikatan Kontrak Karya, perusahaan dan negara diposisikan setara. Ini relasi yang tidak wajar, karena negara yang merepresentasi rakyat Indonesia adalah pemilik sah Tanah Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Sudah sepatutnya pemerintah berposisi lebih tinggi dari korporasi sebagai pengelola.

“Fenomena ini berimplikasi luas: berkali-kali pihak korporasi diberi perpanjangan KK dengan klausul yang lebih condong menguntungkan pihak korporasi tambang, membuat kesan publik bahwa negara lemah dihadapan korporasi pertambangan mendapat justifikasi. Vale adalah salah satunya,” Ali mengkritik.

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi dong https://ekbis.sindonews.com/read/1366702/34/tak-kooperatif-dpr-ingatkan-renegoisasi-kk-amandemen-vale-indonesia-1546145953

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Tak Kooperatif, DPR Ingatkan Renegoisasi KK Amandemen Vale Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.