
Angka ini melejit 9,9% dibandingkan tahun 2017 yang terpatok sebesar Rp1.472,7 Triliun. Dari penerimaan perpajakan tersebut, Ditjen Pajak sendiri mengemban amanah sebesar Rp1.385,9 Triliun, sedangkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebesar Rp194,1 Triliun.
Artinya, Direktorat Jenderal Pajak harus bekerja ekstra dalam mengejar tambahan Rp144,1 Triliun dari target penerimaan pajak pada tahun 2017. Terlebih pada tahun 2017, realisasi penerimaan pajak baru tercapai 91%. Dengan demikian, dibutuhkan usaha yang lebih keras lagi dari DJP. Guna mencapai target tersebut, Ditjen Pajak mempunyai lima jurus andalan.
Kebijakan Automatic Exchange of Information
Dalam PMK-39/PMK.03/2017 tersebut, dinyatakan bahwa pejabat yang berwenang di Indonesia dapat meminta informasi kepada pejabat yang berwenang di negara mitra terkait data pemotongan pajak penghasilan, data rekening, laporan per negara seperti daftar anggota grup, dan informasi lainnya.
Hal tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara Indonesia dan negara mitra dalam rangka pengawasan dan pemeriksaan. Akan tetapi, prosedur Exchange of Information yang dilakukan selama ini masih manual serta membutuhkan waktu yang lama untuk menanti balasan dari negara mitra. Oleh karena itu, Pemerintah kemudian membuat agenda besar dengan cara mengubah pertukaran informasi menjadi terotomatisasi melalui agenda Automatic Exchange of Information (AEoI).
Seperti dikutip dalam laman resmi Ditjen Pajak, OECD dalam modul Automatic Exchange of Information: What It Is, How It Works, Benefits, What Remains to De Done (2012,5) menjelaskan definisi AEoI bahwa yang dimaksud dengan Automatic Exchange of Information adalah aktivitas yang melibatkan transmisi sistematis dan periodik atas informasi wajib pajak serta laporan keuangan dalam jumlah besar oleh negara sumber kepada negara tempat tinggal terkait berbagai jenis pendapatan.
Dalam siaran persnya, DJP pada tahun 2018 akan memiliki kewenangan pertukaran data keuangan dengan 100 negara lain. "Kami akan gunakan data melalui AEoI dan kerja sama internasional. Kemudian fokus kami di kerja sama internasional untuk tambahan potensi pajak yang selama ini taxable atau bisa hindari pajak," terang Menkeu Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Sustainable Compliance lewat Inovasi Layanan Pajak
Ditjen Pajak berupaya terus membangun serta memelihara kesadaran pajak yang berkesinambungan (sustainable compliance) melalui berbagai inovasi layanan pajak seperti e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbond call. KPP Mikro adalah Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang menjalankan tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama dengan pengaturan organisasi dan tata kerja tertentu.
Sementara itu, Mobile Tax Unit (MTU) yakni organisasi nonstruktural untuk pelayanan di luar kantor. MTU merupakan tempat pelayanan terpadu yang dilaksanakan di luar gedung. Pelayanan yang diberikan biasanya berupa pendaftaran NPWP, penerimaan pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan, dan penerimaan permohonan pelayanan perpajakan lainnya yang diajukan oleh wajib pajak.
Proyek lainnya yaitu outbond calling yang merupakan penyampaian informasi kepada wajib pajak/ penanggung pajak dengan menggunakan media telepon. Hal ini dilakukan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakan dengan cara mengingatkan wajib pajak/penanggung pajak secara langsung via telepon.
Integrasi Data dan Sistem Informasi Perpajakan
Ditjen Pajak terus berupaya melakukan pembaharuan (Up to Date) data dan integrasi sistem antara lain melalui e-filing, e-form, dan e-faktur. Selama 2017 dan akan berlangsung terus hingga 2018, DJP telah melakukan validasi data baik berupa data kohir atau tunggakan pajak melalui program Provenido, hingga validasi data Surat Pemberitahuan (SPT).
Baca Lagi dong https://ekbis.sindonews.com/read/1275487/33/target-penerimaan-naik-jadi-16181-triliun-ini-jurus-pajak-2018-1516529706Bagikan Berita Ini
0 Response to "Target Penerimaan Naik Jadi 1.618,1 Triliun, Ini Jurus Pajak 2018"
Post a Comment