loading...
Peningkatan produksi ini tentu saja selain berdampak baik bagi kinerja perusahaan tambang batubara dan mineral, juga berdampak positif bagi negara dari sisi devisa. Sebab, selain untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, komoditas pertambangan juga di ekspor ke mancanegara.
Selama ini, industri pertambangan menjadi salah satu motor penggerak perekonomian nasional. Sektor pertambangan mineral misalnya, merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar.
Dari catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi ekspor bijih nikel pada semester I-2018 mencapai 8,14 juta ton. Meskipun terus meningkat sejak 2017, realisasi ekspor tersebut baru mencapai 25,22% dari total rekomendasi yang diberikan pemerintah. Sedangkan untuk bauksit pada semester I-2018, ekspor mencapai 3,13 juta ton atau 18,27% dari total rekomendasi yang diberikan pemerintah. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya 57.135 ton.
Tak hanya devisa, industri pertambangan juga menjadi salah satu industri penyerap tenaga kerja yang juga besar. Tetapi, banyak pihak yang masih memiliki keraguan bahwa bisnis pertambangan dapat menjadi berkelanjutan. Penyebabnya, munculnya perusahaan-perusahaan baru di sektor pertambangan, salah satunya nikel, yang dinilai masih belum memiliki komitmen kuat untuk melakukan kegiatan pertambangan berkelanjutan.
Diterbitkannya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.5 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Di Dalam Negeri, yang kemudian direvisi melalui Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2017 memungkinkan ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7% (berkadar rendah).
Peluang inilah yang medorong munculnya perusahaan-perusahaan pertambangan baru yang berpotensi mengabaikan prinsip-prinsip keberlanjutan, karena hanya memanfaatkan momentum tingginya harga komoditas pertambangan dunia.
Namun, bagi perusahaan pertambangan yang memiliki komitmen besar untuk memberikan nilai tambah bagi para pemangku kepentingan, menjalankan bisnis pertambangan berkelanjutan merupakan sebuah investasi jangka panjang dan harus dilakukan.
"Bagi perusahaan tambang yang memiliki reputasi baik seperti Vale Indonesia, tentu mereka memiliki komitmen yang besar terhadap praktik pertambangan berkelanjutan," ujar Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Menurut dia, untuk mencapai pertambangan berkelanjutan memang diperlukan komitmen kuat dari perusahaan tambang. Sebab, pertambangan berkelanjutan tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi saja tapi juga sosial dan kepatuhan. "Termasuk kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah," tegasnya.
Perusahaan tambang, tidak hanya memperhatikan aspek-aspek lingkungan dalam menjalankan bisnisnya, juga memikirkan bagaimana mengelola lahan bekas tambang agar bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar. "Di Malaysia dan Australia, lahan bekas tambang ada yang menjadi kota (permukiman). Ini perlu diperhatikan oleh perusahaan tambang di dalam negeri, bagaimana memanfaatkan lahan bekas tambang agar memiliki nilai tambah," imbuh Direktur Centre For Indonesian Resources Strategic Studies (Cirus), Budi Santoso.
Budi menyarankan, agar pemerintah daerah berperan lebih aktif untuk ikut serta dalam meyusun road map pemanfaatan lahan bekas penambangan. "Termasuk tambang-tambang di Sulawesi," tegasnya.
Pakar Lingkungan DR Arif Zulkifli Nasution berpendapat, untuk mencapai pertambangan berkelanjutan, industri tambang perlu menerapkan produksi bersih. Tidak hanya pada akhir kegiatan penambangan tetapi pada keseluruhan tahapan aktifitas tambang. Mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Hal ini didasari pada paradigma lingkungan baru seperti pemikiran holistik, in front of the pipe, dan prinsip-prinsip 3R (Recycling, Reuse, Reduce).
"Tahapan studi kelayakan yang perlu direvisi oleh perusahaan tambang yakni tahapan untuk memperoleh informasi secara rinci terhadap seluruh aspek," ujarnya. Aspek yang dimaksud yakni yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan. Analisis mengenai dampak lingkungan, perencanaan pascatambang dan analisis bagaimana agar laju pengambilan bahan galian tambang, harus sama dengan laju regenerasi.
"Juga bagaimana agar laju pembuangan limbah harus setara dengan kapasitas asimilasi lingkungan. Studi kelayakan hendaknya menganalisis sejauh mana penyerapan tenaga lokal pada aktifitas tambang, apabila kemampuan masyarakat lokal masih minim maka menjadi tanggungjawab perusahaan tambang untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat," urainya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "PT Vale Dukung Pembangunan Bangsa Melalui Pertambangan Berkelanjutan"
Post a Comment