
loading...
Saat ini produksi minyak Indonesia sebesar 775.000 barel per hari, jauh di bawah konsumsi BBM dalam negeri sebesar 1,3 juta barel per hari. Sementara kebutuhan BBM Indonesia pada 2040 diperkirakan mencapai 3,47 juta barel per hari, sedangkan produksi nasional hanya 695.000 barel per hari sehingga dibutuhkan impor 2,77 juta barel per hari.
Konsumsi BBM diproyeksikan masih akan terus mendominasi beberapa tahun ke depan, apabila pengembangan energi baru terbarukan (EBT) lamban dilakukan. Berdasarkan data pemerintah, total kebutuhan energi nasional sebesar 1.030 MTOE, sementara pada 2017 bauran energi EBT mencapai 11%.
Ketergantungan terhadap impor BBM tentu akan berdampak buruk bagi perekonomian nasional. Dampak impor BBM membuat cadangan devisa tergerus, melemahkan nilai tukar rupiah, dan membuat lemahnya ketahanan energi nasional sehingga berdampak pada krisis energi masa depan.
Guna mengantisipasi itu, pemerintah terus berupaya mengembangkan sumber-sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM. Energi alternatif itu, yakni bahan bakar nabati, panas bumi, biomassa, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin.
Bahkan, akhir-akhir ini pemerintah gencar mengembangkan biodiesel sebagai salah satu energi alternatif terbarukan. Biodiesel sangat potensial mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil seperti minyak bumi. Perhatian serius terhadap EBT pun terus ditunjukkan pemerintah.
Salah satunya dengan memandatkan pencampuran 20% fatty acid methyl ester (FAME) BBM jenis solar untuk sektor industri dan transportasi. Walaupun pada pelaksanaannya belum optimal. Hal itu ditunjukkan dengan berbagai realitas yang terjadi dalam penyediaan.
PT Pertamina (Persero) sebagai penjual biofuel belum mampu melakukan secara optimal di seluruh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) karena terbatasnya pasokan.
Realisasi mandatori biodiesel 20% (B20) hingga Oktober 2018 telah mencapai 95%. Realisasi tersebut naik sekitar 10% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Capaian dihitung dari penggunaan B20 PSO (public service obligation ) maupun non-PSO. Tapi yang jelas mampu me ne - kan impor minyak di dalam negeri,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto di Jakarta, belum lama ini.
Hingga kuartal III/2018 penyaluran B20 sudah mencapai 2,53 juta kiloliter (kl) dari target tahun ini sebesar 3,92 juta kl. Rencananya dari 112 titik lokasi terminal bahan bakar minyak (TBBM) bakal dipangkas menjadi 10 titik penerima yang terdiri dari enam kilang Pertamina dan empat tempat eks impor BBM.
Pengurangan titik distribusi tersebut mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2019. Adapun pengurangan titik pengiriman paling banyak untuk wilayah Indonesia Timur. Alasannya, permintaan FAME di wilayah Indonesia Timur dari sisi volume cenderung kecil.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, capaian yang belum optimal karena program baru berjalan pada 1 September 2018 itu masih proses penyesuaian.
Namun, pihaknya mengklaim hingga saat ini proses pengiriman sudah berjalan lebih baik. Meski begitu, Paulus tidak menampik ada permasalahan pada pengiriman sehingga harus ada mekanisme klasterisasi.
Tak hanya itu, pemerintah juga terus mendorong pengembangan panas bumi. Adapun capaian investasi, khususnya di sektor panas bumi, bisa mencapai target tahun ini sekitar USD1,2 miliar. Pasalnya, banyak investor ingin mengembangkan panas bumi di Indonesia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemerintah Tingkatkan Penggunaan Sumber Energi Alternatif"
Post a Comment