
Namun celaka, inilah untuk pertama kalinya dalam 20 tahun perjalanan karir saya, dengan berat hati saya katakan, kinilah saat berakhirnya brand: the end of brand.
Teknologi digital tak hanya mendisrupsi layanan taksi, telekomunikasi, atau bank, tapi juga mendisrupsi brand, dan menjadikannya semakin tidak relevan lagi.
Kok bisa?
Search, Rating, Review
Agar gampang menjelaskannya saya ingin memberikan contoh bagaimana proses pengambilan keputusan konsumen saat memilih dan membeli produk.
Suatu ketika saya ingin ke Bali dan mencari hotel untuk menginap. Apa yang saya lakukan? Pertama-tama saya menentukan berapa duit yang akan saya alokasikan untuk hotel tersebut. Katakan anggarannya Rp400.000-500.000.
Lalu saya ke situs pemesanan hotel seperti Traveloka. Saya ketik range harga tersebut di isian situs dan kemudian keluar 10 hotel dengan range harga Rp400.000-500.000. Maka saya pun fokus pada short list tersebut sesuai budget yang saya punya.
Setelah itu apa yang saya lakukan? Berikutnya saya melihat customer rating. Dari sepuluh hotel tersebut pilihan saya jatuh pada tiga hotel. Hotel A dengan harga Rp425.000 memiliki rating 7. Hotel B harga Rp450.000 memiliki rating 7,5. Hotel C dengan harga Rp475.000 memiliki rating 9.
Mana dari tiga alternatif hotel itu yang saya pilih? Tunggu dulu. Sebelum memilih, saya memastikan pilihan saya dengan melihat customer review, yaitu ulasan dari konsumen yang pernah menginap di tiga hotel tersebut.
Hotel A memang paling murah, namun setelah saya cermati banyak konsumen yang mengemukakan keluhannya: nasi gorengnya yang nggak panas, omeletnya yang terlalu asin, atau layanannya yang kurang sigap. Hotel B makanannya lumayan oke namun kolam renangnya nggak begitu bersih. Karena itu walaupun paling mahal saya memilih hotel C karena rating-nya paling tinggi dan customer review-nya paling mengesankan.
Proses pengambilan keputusan melalui search, rating, review tersebut tak hanya terjadi di situs pemesanan hotel seperti Traveloka, tapi juga terjadi di situs e-commerce apapun mulai dari Tokopedia, Amazon, hingga AirBnB,
Apa yang menarik dari proses pemilihan dan pemesanan hotel tersebut?
Saya tak melibatkan brand dalam proses memutuskan pembelian. Tentu saja saya tahu brand hotel yang saya pilih, namun nama brand tak lagi menjadi faktor penentu keputusan pembelian.
Dari Asymetric ke Symetric
Brand lahir dari kondisi pasar yang tidak sempurna dimana terjadi asymetric information antara produsen dan konsumen. Produsen tahu betul detail-detail produknya, sementara konsumen tak banyak tahu. Akibatnya, konsumen menggunakan brand sebagai “acuan” dalam memilih produk yang akan dibeli.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "The End of Brand"
Post a Comment